Tempo - Sabtu, 27 Maret
TEMPO Interaktif, Jakarta - Aryono Huboyo Djati tidak percaya karya fotonya terjual Rp 700 juta dalam suatu lelang. Foto itu menggambarkan janda petinggi GAM (Gerakan Aceh Merdeka) menggandeng anaknya. Cahaya keemasan menyebar membentuk siluet ibu-anak sehingga tampak artistik.
"Ini dari jepretan kamera berlensa manual," katanya kepada iTempo Rabu (24/3) lalu. Semua koleksi foto Aryono, pencipta lagu Burung Camar, yang dilelang memang dari lensa manual warisan leluhurnya.
Aryono adalah satu diantara 2000-an anggota pecinta kamera berlensa manual. Komunitas ini tergabung dalam Lensa Manual.net. Adalah Robert Tang yang mendirikan kelompok penghobi ini.
Robert awalnya bergabung di komunitas fotografi online. Saking penasaran dengan penggemar lensa tua, dia melontarkan postingan di milis tersebut. "Apakah masih ada yang suka lensa tua?" tanyanya.
Gayung bersambut. Makin banyak yang menyukai hasil jepretan dari lensa manual. Untuk menampilkan hasil jepretan dari lensa manual, dia membuat blog. Bersama kawan lainnya dia membuat situs dan kelompok yang bernama komunitas Lensa Manual.
Uniknya komunitas ini bukan sekedar pecinta lensa manual jadul (zaman dulu). Mereka berusaha mendapatkan jepretan yang sensasional dari hasil 'ngoprek' kamera dan lensanya. Untuk mendapatkan hasil jepretan yang tajam dengan efek yang menakjubkan mereka mengawinkan berbagai kamera dan lensa-lensa tua.
Agar proses perkawinan mulus, mereka menambah adaptor atau menggergaji lensa agar pas. Tujannya agar lensa posisinya pas dengan body kamera digital. "Dari pada lensa tidak terpakai, jamuran, mending digergaji atau ditambah adaptor," ujar Robert.
Saling tukar menukar pengalaman mengoprek jadi menu pertemuan atau diskusi anggota komunitas. Kadang-kadang mereka sama-sama berburu kamera lawas untuk dikawinkan dengan lensa baru.
Banyak fotografer atau pecinta foto digital dengan lensa autofokus, kata Bob atau Robert, sering meremehkan hasil jepretan lensa manual. Baru ketika mereka melihat hasilnya, akhirnya keranjingan mencari sensasi dengan lensa manual. Maklum jepretan mampu menghasilkan warna yang lebih hidup, glow effect, atau swirly. "Hasilnya beda ketika dilihat di komputer. Dari situ banyak yang kena virus kami," ujarnya terkekeh.
Untuk urusan lensa, para pecinta manual berburu di berbagai kota. Bahkan Bob rela merogoh kocek untuk membeli di eBay. Rata-rata lensa para anggota komunitas keluaran tahun 1960 hingga 1980-an seperti Leica. Kualitas barangnya cukup bagus, kuat dan menghasilkan foto yang sangat menarik.
Bob memiliki 5 lensa Leica. Menurut dia, harga pasaran lensa manual kini melambung. Lensa yang dulu hanya berharga ratusan ribu sekarang sudah jutaan rupiah.
Mengapa rindu dengan lensa lawas? Bob mengatakan banyak anggota yang bernostalgia. Ada pula yang bergabung karena takjub dengan hasil jepretannya. Namun banyak juga anggota yang ikut karena keterbatasan dana membeli kamera atau lensa digital autofokus.
Aryono termasuk pendatang baru di komunitas ini. Pria kelahiran tahun 1959 ini menolak menjelaskan koleksi lensa manualnya. "Belasan saja, salah satunya warisan ayah saya," ujarnya.
Meskipun demikian, foto-fotonya istimewa. Salah satunya Imam Samudra, seminggu sebelum dieksekusi hukuman mati di penjara. Tatapan mata Imam Samudra yang menjelang magrib dengan lampu seadanya tertangkap tajam di kamera Aryono. Foto ini hanya bisa diakses jika Anda menjadi anggota komunitas lensa manual.
DIAN YULIASTUTI
Tanggapan:
Ide kreatif mangkawinkan kamera jadul dengan yang canggih merupakan salah itu kreatif yang patut diancungi jempol, karena dengan lahirnya ide ini tak menutup kemungkinana akan adanya ide-ide lainnya. Penggabungan kamera ini berarti membuat kamera lama yang sudah tidak diminati kembali dapat digunakan dengan menambahkan beberapa fitur lagi, sehingga banyak konsumen yang kembali memperhatikan produk ini. Ide yang sangat kreatif serta mendapatkan banyak bantuan dengan perkembangan teknologi yang ada...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar